• Home
  • Beauty
    • Product Review
    • Skincare
    • Makeup
    • Tutorial
  • Food
    • Cafe
    • Restaurant
  • Travel
  • Tips & Tell
  • Event Report
    • Beauty Blogger Gathering
    • Food Blogger Gathering
  • It's Me
Facebook Instagram Twitter Youtube Google+

Mel's Playroom



Long Distance Relationship atau hubungan jarak jauh, menurut saya bisa diklasifikasikan ke dalam 2 jenis:
1. Hubungan yang sedari awal perkenalan hingga ke jenjang berikutnya terjadi dalam bentuk jarak jauh, baru bersatu setelah menikah dan salah satu pihak mengikuti pasangannya ke tmpat lain.
2. Hubungan dimana perkenalan dan kemudian memutuskan untuk merajut kasih terjadi dalam tempat yang sama, tapi kemudian harus berpisah sementara karena salah satu pihak harus pindah ke tempat lain. Entah karena tugas kerja, studi di luar, dll.

Menyikapi LDR tentu berbeda-beda bagi setiap orang. Untuk saya pribadi, saya menolak ide nomor satu. Saya tidak bisa menjalin kasih dengan orang yang hanya saya kenal lewat alat komunikasi dan amat sangat jarang bertemu. Bagi orang lain mungkin tidak masalah, karena rasa sudah berbicara. Saya sendiri juga tidak bilang bahwa tipe pertama itu buruk, sekali lagi semua bergantung pada masing-masing individu.


Lalu untuk tipe yang kedua, saya sendiri juga tidak pernah terbersit sedikitpun saya harus mengalaminya. Tapi, ketika momen itu datang, apa yang harus kita lakukan? Apakah kita akan emyudahi saja hubungan tersebut karena tidak yakin dapat bertahan, atau mencoba menjalaninya? Atau ada pula orang yang memutuskan untuk menyudahi dulu, lalu ketika pasangan sudah kembali lagi tapi belum memiliki pacar baru dan masih ada rasa lalu melanjutkan hubungan yang sempat terputus? Well, pilihan di tangan Anda.

Dulu, ketika belum memiliki pasangan alias jomblo, ketika mendapat pertanyaan tersebut, saya menjawab bahwa saya rasa saya akan memilih putus. Dikarenalan saya tidak cukup yakin dapat mempertahankan hubungan, terutama rasa saling percaya, yang merupakah kunci utama LDR.

Siapa sangka, entah karma atau apa, saya harus mengalami LDR tipe yang kedua! Padahal hubungan saya dengan pasangan saat itu baru berjalan beberapa bulan. Mengingat masih mudanya lama hubungan yang baru saya jalin, saya pun lantas memberanikan diri untuk tetap melanjutkan hubungan dan berjarak jauh ini. Saat itu, saya hanya bisa menjalani dengan pasrah dan tidak terlalu berharap apakah LDR ini bisa bertahan atau tidak. 

Banyak rintangan yang saya hadapi di awal-awal LDR ini, krisis kepercayaan juga pernah terjadi, apalagi yang namanya pertengkaran. Pada masa itu, pikiran untuk menyerah juga muncul, tapi suara hati saya yang lain mengatakan, "Jangan menyerah! Ini hanya ujian kecil." sehingga saya pun masih berusaha mempertahankan hubungan ini Sama dengan yang dilakukan oleh pasangan saya, kami berdua sama-sama berusaha mempertahankan hubungan dan saling percaya satu sama lain. Komunikasi tetap intens sehingga masing-masing mengetahui kegiatan satu sama lain. Tanpa terasa, sekarang sudah memasuki 9 bulan hubungan kami. Perjalanan kami masih panjang, semoga dapat berakhir bahagia dan berlanjut ke tahap selanjutnya.

Menjalani LDR benar-benar bukan tantangan yang mudah. Saya rasa ada banyak pasangan LDR di luar sana yang pada akhirnya bubar karena berbagai sebab. Saya harap, saya tidak harus menjadi salah satu bagian dari itu. Di sisi lain, saya sendiri belajar banyak hal dari LDR ini, yakni belajar menghargai dan percaya pada pasangan serta menjaga komunikasi dan saling jujur & terbuka. Kekurangan LDR adalah selain tidak bisa sering bertatap muka, kita juga tidak bisa mengetahui 'adat' asli dari pasangan. Sejujur dan seterbuka apapun pasangan, pasti ada hal-hal kecil seperti kebiasaan yang tidak dapat kita ketahui. Ketika pasangan tengah pulang, waktu yang ada harus benar-benar dimanfaatkan seberkualitas mungkin. memang tidak ada yang sempurna di dunia ini dan manusia hanya bisa mengusahakan yang terbaik. 

Dari pengalaman ini, saya merasa bahwa keinginan untuk tetap bersama di kedua belah pihak paling menentukan keberhasilan suatu hubungan. Dari keinginan tersebutlah, perbuatan yang dilakukan masing-masing pihak akan berusaha untuk mewujudkannya, termasuk dengan bersikap jujur, terbuka, dan setia. Juga sepertinya sebelum memutuskan menjalani LDR kita harus mencoba yakin bahwa pasangan kita bisa dipercaya (kasarnya: liat model orangnya dulu, model lurus apa model playboy), meski sebaiknya juga jangan menaruh harapan terlalu tinggi, karena tidak ada yang bisa menerka isi hati orang lain. Jika ternyata gagal, akan terasa sangat sakit. Saya merasa lebih baik menjalaninya apa adanya saja, jangan terlalu banyak berprasangka buruk yang akhirnya malah merunyamkan hubungan. Serahkan semua ke alam semesta. Jika kami memang harus dipersatukan, alam semesta akan mewujudkannya. Jika gagal, maka kita perempuan layak mendapatkan suami terbaik. Saya sangat percaya akan pepatah, sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya akan jatuh juga. Jika pasangan kita berbohong, cepat atau lambat kita akan mengetahuinya.

Setelah membaca curahan isi hati saya yang mengalami LDR, lantas bagaimana dengan pendapat teman-teman sekarang?

Share
Tweet
Pin
Share
No comments


Long Distance Relationship atau hubungan jarak jauh, menurut saya bisa diklasifikasikan ke dalam 2 jenis:
1. Hubungan yang sedari awal perkenalan hingga ke jenjang berikutnya terjadi dalam bentuk jarak jauh, baru bersatu setelah menikah dan salah satu pihak mengikuti pasangannya ke tmpat lain.
2. Hubungan dimana perkenalan dan kemudian memutuskan untuk merajut kasih terjadi dalam tempat yang sama, tapi kemudian harus berpisah sementara karena salah satu pihak harus pindah ke tempat lain. Entah karena tugas kerja, studi di luar, dll.

Menyikapi LDR tentu berbeda-beda bagi setiap orang. Untuk saya pribadi, saya menolak ide nomor satu. Saya tidak bisa menjalin kasih dengan orang yang hanya saya kenal lewat alat komunikasi dan amat sangat jarang bertemu. Bagi orang lain mungkin tidak masalah, karena rasa sudah berbicara. Saya sendiri juga tidak bilang bahwa tipe pertama itu buruk, sekali lagi semua bergantung pada masing-masing individu.

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Source: worldhealthtalk.net
Mendengar kata "Asuransi", apa yang kira-kira terbayang di benak Anda?

Kalau saya jujur, dulu agak mengucilkan asuransi karena langsung terbayang pada agen-agen yang hobi menelepon, menawarkan produk asuransinya. Bahkan ketika saya sudah bergabung pun, dengan asuransi lokal, masih saja ada telemarketingnya yang 'usil' menelepon untuk menawarkan produk asuransi lainnya. Sungguh, saya bete mutlak tiap menerima telepon dari si TMK itu dan makin lama makin jutek menjawab, karena merasa terganggu.



Dulu, sebelum bekerja, saya masih belum merasakan butuh-butuh amat dengan yang namanya asuransi. Ketika sudah bekerja setahun pun, sempat kepikiran, tapi penghasilan masih belum mencukupi untuk membayar premi asuransi. Masih banyak kebutuhan lain yang lebih prioritas. Walau pernah diprospek juga dengan mekanisme asuransi modern (premi sudah termasuk investasi), saat itu masih belum siap ikut asuransi.

Hingga suatu hari, ada perusahaan asuransi yang bekerjasama dengan bank dimana saya menabung, menawarkan produk asuransi untuk pertanggungan kecelakaan. Biaya preminya cukup rendah dan saya memutuskan bergabung, untuk jaga-jaga.

Setahun kemudian, seiring bertambahnya penghasilan, saya menyadari di samping asuransi kecelakaan, juga memerlukan asuransi kesehatan untuk hari tua. Saya mulai mencari-cari, tidak mau asuransi yang sembarangan, karena uang yang saya keluarkan tidak sedikit. Hingga akhirnya saya bertemu dengan asuransi Allianz. Saat ini saya tengah memproses pengajuan polis dan ternyata dibutuhkan medical check-up juga yang dibiayai mereka (kalau diperlukan). Medical check-up yang akan saya jalani ini berkaitan dengan scoliosis saya. Yang membuat saya bergabung dengan asuransi tersebut adalah karena ternyata uang pertanggungan yang mereka berikan lebih besar dibanding asuransi merek lain, dengan jumlah premi yang sama. Juga cakupan asuransi kesehatan lebih luas. 

Oke, saya bukan mau jualan asuransi di sini, tapi hanya ingin berbagi alasan saya ingin bergabung di asuransi. 

Keluarga saya sempat mengalami 'krisis moneter internal' sehingga tidak ada pegangan apapun. Kemudian, sebuah insiden kecil namun berdampak lumayan, terjadi pada ibu saya. Jika saat itu kami punya uang untuk melakukan operasi, mungkin tangan ibu saya yang bergeser tulangnya bisa disembuhkan. Tapi apa daya, saat itu kami tidak punya pegangan apapun. Juga pengalaman ketika kakek dari ibu saya sakit keras. Kakek saya masih terbilang beruntung karena memiliki 5 anak yang bisa patungan untuk membiayai pengobatannya. Tapi, di kemudian hari? Siapa yang tahu? Belum tentu nanti anak-cucu bisa diandalkan bukan? Bukan berarti berpikir pesimis, tapi menurut saya alangkah lebih baik jika saya memiliki proteksi pribadi. Jika sesuatu terjadi pada saya, saya masih memiliki payung asuransi untuk membantu keuangan yang dibutuhkan dan tidak menyusahkan keluarga. 

Tapi bukan berarti pula saya menggantungkan diri pada UP asuransi. Jika dalam waktu 5-10 tahun ke depan saya tidak memiliki klaim apapun (amin), saya ingin menarik sebagian dana investasi untuk diputar lagi menjadi usaha atau investasi dalam bentuk lain. Itu adalah benefit lain dari asuransi yang saya pikirkan. Termasuk mungkin nanti jika perlu membeli asuransi pendidikan untuk menjamin pendidikan anak-anak saya kelak. 

Kesimpulannya, di samping cara penjualan yang mungkin kurang menyenangkan, asuransi sangat penting untuk masa depan kita. Mungkin saat ini kita merasa belum butuh, tapi hari esok tidak ada yang tahu. Daripada berpikir dari sisi negatif lebih baik melihat dari sisi positif si asuransi tersebut bagi diri kita. Dan jika ingin bergabung dengan 1 perusahaan asuransi, cermatilah dan kalau perlu melakukan perbandingan agar kita mendapat benefit yang layak dari uang yang kita tanamkan. 


Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Source: worldhealthtalk.net
Mendengar kata "Asuransi", apa yang kira-kira terbayang di benak Anda?

Kalau saya jujur, dulu agak mengucilkan asuransi karena langsung terbayang pada agen-agen yang hobi menelepon, menawarkan produk asuransinya. Bahkan ketika saya sudah bergabung pun, dengan asuransi lokal, masih saja ada telemarketingnya yang 'usil' menelepon untuk menawarkan produk asuransi lainnya. Sungguh, saya bete mutlak tiap menerima telepon dari si TMK itu dan makin lama makin jutek menjawab, karena merasa terganggu.


Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Translate

Search This Blog

About me

About Me

Author of Mel's Playroom - Food and Beauty Blogger. A newbie housewife and a mom-to-be who lately finds out that writing is her stress release therapy. An ordinary employee who is dreaming to be the next mompreneur.

Connect with Me

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • Youtube
  • Google+
  • Bloglovin

Inquiries

Name

Email *

Message *

Shop at iHerb

Shop at iHerb
Use my coupon code TOB 2024 and get 5% discount OFF for your next order

Hot Topics

Hot Topics

Labels

Product Review Beauty makeup Contest Cerita Hari Ini Event Report Food Giveaway Restaurant skin care Tips amp; Tell Catatan Kuliner Cafe Beauty Blogger Gathering Tutorial Food Blogger Gathering Beauty Blogger Contest Travel

recent posts

Blog Archive

  • ►  2017 (3)
    • ►  July (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2016 (30)
    • ►  December (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (3)
    • ►  July (4)
    • ►  June (2)
    • ►  May (4)
    • ►  April (4)
    • ►  March (6)
    • ►  February (5)
  • ►  2015 (7)
    • ►  December (3)
    • ►  April (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2014 (12)
    • ►  December (2)
    • ►  November (2)
    • ►  September (4)
    • ►  August (4)
  • ►  2013 (118)
    • ►  December (2)
    • ►  November (9)
    • ►  October (17)
    • ►  September (10)
    • ►  August (12)
    • ►  July (14)
    • ►  June (22)
    • ►  May (10)
    • ►  April (22)
  • ▼  2012 (23)
    • ►  November (2)
    • ▼  October (4)
      • LDR: Lanjutkan atau Sudahi?
      • LDR: Lanjutkan atau Sudahi?
      • Asuransi... Perlu Gak Sih?
      • Asuransi... Perlu Gak Sih?
    • ►  September (2)
    • ►  August (5)
    • ►  July (10)

Facebook

Mel's Playroom

Total Pageviews

Member of

Member of
Indonesian Food Blogger

Zomato

Ikuti perjalanan kuliner saya di Zomato!

Blogger Babes

Blogger Babes are Sophisticated Bloggers Seeking Simple Solutions and Support

Eat Free Day

Eat Free Day

Sociabuzz

Sociabuzz
Facebook Twitter Instagram You Tube Google Plus
FOLLOW ME @MELSPLAYROOM

Created with by ThemeXpose